Minggu, 04 April 2010
Jefferson's Days [2]
Semarang, 14 Februari 2010


Untuk kesekian kalinya aku melirik jam tanganku. Seperempat jam lagi udah jam 11. Edva masih belum datang. Aku meraih HP dan mengetik SMS untuk Edva.

“Va, aku udah nyampe nih. Di dpn toko buku. Miss u”

Kutekan tombol “send” dan memasukkan HP ke dalam saku. Lima menit kemudian, Hpku bergetar, menandakan ada SMS masuk. Semoga aja dari Edva. Tapi ternyata bukan, itu cuma SMS promo dari operator. Dengan sedikit sebal aku memasukkan HP.

Edva sama sekali nggak membalas SMSku dari tadi pagi. Bahkan dia juga nggak mengangkat telepon dariku. Mendadak aku merasa takut kalau mungkin Edva nggak mau ketemu denganku. Apa jangan-jangan emang gitu ya?

“Besok jam 11 jangan lupa ya, Va”
“Iya, tenang aja Jeff. Nggak bakal lupa koq”
“Jangan ngaret juga ya beib”
“Haha, nggak lah Jeff. Aku selalu tepat waku”


Aku menghela nafas panjang saat teringat percakapan via telepon antara aku dan Edva tadi malam. Dia bilang dia bakal datang. Dia bilang dia nggak bakal telat. Aku melirik jam tanganku lagi. 10.57, tiga menit lagi. Aku benar-benar nggak suka menunggu...

Untuk mengusir bosan, aku mengambil asal sebuah buku dari rak display di depan sebuah toko. Tapi aku tetap aja kepikiran sama Edva. Rasanya takut, cemas, gugup, senang, dan berdebar-debar bercampur jadi satu.


Tepat jam 11.....


“Jefferson?”

Kurasakan seseorang menepuk pundakku dari belakang. Dan rasanya... aku familiar dengan suara itu..

“Edva?”

Satu nama terlontar begitu aja dari mulutku. Aku berbalik dan melihat seorang cewek setinggi bahuku. Aku langsung memasang senyum terbaik. Edvaku sudah datang.

“Edva kan?” tanyaku lagi.
“Ngg.... Bukan...” jawabnya.

Aku terhenyak mendengar jawabannya. Apa maksudnya? Dia bukan Edva? Tapi, wajahnya mirip dengan Edva. Suaranya juga sama.

“Aku Natalie, adiknya Edva”, kata cewek itu.
“Oh... Pantas aja kalian mirip banget”
“Kakak itu Jefferson kan?” tanya Natalie.

Aku menjawab pertanyaannya dengan anggukan kecil. Ada yang aneh. Aku melihat ke sekitarku. Dia nggak kelihatan di mana pun.

“Edvanya di mana?” tanyaku pada Natalie.
“Kak Edva, dia lagi di... Yah, pokoknya Kak Jefferson aja yang ke tempat Kak Edva ya?” pinta Natalie.

Aku mengiyakan ajakan Natalie. Untung hari ini guru memberikan free time seharian penuh. Natalie langsung berbalik pergi dan menuju ke pintu keluar. Dengan sedikit bingung aku mengikuti Natalie yang berjalan –lebih tepatnya setengah berlari- di depanku. Kami berhenti di depan sebuah sedan silver. Natalie membuka pintu bagian depan dan bergumam agar aku ikut masuk. Dengan sedikit enggan, aku masuk ke dalam. Seorang pria setengah baya yang duduk di belakang kemudi tersenyum padaku. Tapi senyum itu nggak bisa menutupi keletihan di wajahnya.

“Kamu Jefferson ya? Kenalkan, saya Robert,papanya Edvanne”, katanya seraya mengulurkan tangan.
“Iya Om, saya Jefferson”, kataku sambil menjabat tangan Om Robert.
“Ikut dengan Om sebentar tidak apa-apa ya?”
“Iya Om, hari ini saya bebas”

Om Robert nggak ngoomong apa-apa lagi dan mulai menyetir. Kami bertiga terjebak dalam kesunyian yang nggak enak selama perjalanan. Om Robert hanya menatap jalanan di depannya, berkonsentrasi menyetir. Sedangkan Natalie, dia hanya memejamkan mata dan menyandarkan kepalanya pada pintu mobil. Aku ingn memulai pembicaraan, tapi rasanya waktunya nggak tepat.

Dalam hati sebenarnya aku agak grogi. Baru sekali ini mau kopi darat sama Edva, kenapa malah Papanya sih yang datang? Jadi tambah grogi..
Mobil melambat dan akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar. Om Robert mempersilahkanku untuk turun. Natalie mendahului kami masuk ke dalam rumah. Di halaman rumah tampak sejumlah mobil dan sepeda motor. Ternyata Edva berasal dari keluarga yang cukup berada.
Tiba-tiba, seekor anijng kecil menyalak dan berlari ke arah Om Robert. Hmm.... Rasanya aku mengenal anjing ini.

“Frizy”, aku memanggil anjing itu.

Om Robert menoleh ke arahku dengan wajah terkejut. Sementara itu, Frizy sudah menjilat-jilat kakiku. Aku membelai lembut kepala Frizy.

“Jefferson tahu namanya?” tanya Om Robert.
“Iya Om, Edvanne sering cerita di blog”

Pria setengah baya itu mengangguk-angguk dan menggendong Frizy. Dia memandang anjing itu dengan tatapan yang sukar diartikan. Seperti menatap sesuatu yang sangat dirindukan.

“Dia ini anjing kesayangannya Anne”, gumam Om Robert.

Frizy menggeliat dan melepaskan diri dari gendongan Om Robert. Anjing itu menyalak sekali dan masuk ke dalam, seolah mengajakku untuk mengikutinya. Om Robert menghela nafas panjang.

“Ayo masuk, Jeff”, ajaknya.

Label: ,

posted by Flè @ 15.54  
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home
 
 
About Me


Name: Flè
Home:
About Me:
See my complete profile

Previous Post
Archives
Links
Free Blogger Templates