Minggu, 04 April 2010
Sier
Ada satu daerah di kota ini yang sangat menarik perhatian saya. Kita sebut saja nama daerahnya Sier. Kakek dan nenek saya tinggal di Sier. Masa kecil dari ibu saya juga banyak dihabiskan di sini. Sier memiliki banyak hal yang tampak berkilauan di mata saya. Mungkin orang lain tidak melihat Sier sebagaimana saya melihatnyanya. Jadi, inilah Sier dari mata saya.

Sier adalah salah satu daerah yang keberadaannya sudah cukup tua di kota saya. Daerah ini sudah mulai dibangun sejak Belanda masih menjajah Indonesia. Dulu, pemerintah kolonial menyewakan rumah-rumah di Sier. Mayoritas penyewanya adalah imigran Cina yang mencoba untuk mengadu nasib di Indonesia.

Sier bukanlah sebuah daerah elit. Anda tidak akan pernah menemukan rumah dengan pagar tinggi di sini. Di Sier juga tidak ada rumah yang memiliki halaman yang luasnya seperti lapangan basket. Mayoritas rumah di Sier memiliki luas tanah kurang dari 50m2. Sangat kecil bukan? Karena itu, para penyewa memilih untuk membangun rumahnya ke atas. Bila anda datang ke Sier sekarang, anda akan menemukan bahwa semua rumah di sana bertingkat.

Seiring dengan berjalannya waktu, Belanda hengkang dari Indonesia. Walaupun begitu, tidak ada yang mengusik para penyewa di Sier. Sayangnya, beberapa “penyewa” gelap mulai membangun rumah sendiri. Akibatnya penataan Sier mulai acak-acakan. Lengkong-lengkong atau gang tikus –jalan sempit yang biasanya hanya bisa dilalui 1 orang- bertambah banyak dan saluran air mulai menyempit. Jalan-jalan di Sier juga semakin kecil karena “dimakan” penyewa yang membangun rumahnya ke depan.

Karena drainase yang buruk, Sier sering dilanda banjir. Untungnya, karakteristik banjir ini hanya sekedar “numpang lewat”. Jadi, bila hujan turun agak lama, maka jalan di Sier akan terendam air setinggi mata kaki. Tapi tunggu 10 menit dan coba lihat lagi ke luar. Jalan pasti sudah kering.

Saat ini penduduk Sier sudah mendapat sertifikat hak milik atas rumah mereka. Karena itu, mayoritas bangunan di Sier telah direnovasi. Jadi tidak akan ditemukan lagi bangunan bergaya kuno di sini. Yang masih tegak berdiri sebagai bangunan peninggalan dari zaman Belanda yang tidak mengalami perubahan mungkin hanya kamar mandi umum yang sekarang nyaris tak pernah dipakai. Kamar mandi yang masih kokoh berdiri ini menunjukkan kualitas bangunan yang dibangun oleh Belanda. Kata penduduk setempat, bangunan kuno di Sier dirancang menjadi bangunan yang tahan lama. Temboknya saja merupakan tembok beton yang benar-benar kuat sehingga susah untuk memasang paku di tembok.

Banyak orang menganggap Sier merupakan salah satu potret daerah kumuh. Karena banyaknya gang tikus, Sier sering diidentikan dengan daerah tempat preman. Untungnya Sier terletak di daerah yang cukup strategis di kota saya.

Namun di mata saya, Sier adalah suatu kawasan di mana ada sedikit waktu yang terperangkap dari masa lalu. Walaupun arsitektur bangunannya telah banyak berubah, namun masih dapat ditemui kenangan dari masa lalu yang tersimpan dalam beberapa bangunan dan jalan-jalan di Sier. Saya masih bisa merasakan suasana Sier kuno saat berjalan di jalanannya. Ukiran lambang khas Cina di atas beberapa rumah dan tembok Sier yang masih dibiarkan terpasang oleh pemiliknya menguatkan suasana itu. Bila duduk di loteng dan melihat bangunan kamar mandi umum yang masih berdiri angkuh di bawah sana, saya seolah terbawa kembali ke masa lalu, ke masa-masa di mana penyewa Sier mengantri untuk menggunakannya.

Katakanlah semua hanya imajinasi saya, tapi itulah Sier yang saya lihat dari mata saya. Sier yang menyimpan sedikit waktu yang terperangkap dari masa lampau. Sier yang masih meyisakan kenangan...

Label:

posted by Flè @ 15.58  
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home
 
 
About Me


Name: Flè
Home:
About Me:
See my complete profile

Previous Post
Archives
Links
Free Blogger Templates